ENZIM
(Laporan Praktikum Biokimia I)
Oleh
Shella Pratiwi
1313023072
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Percobaan : Enzim
Tanggal Percobaan : 20 Mei 2015
Tempat Percobaan : Laboratorium Pendidikan Kimia FKIP
Nama : Shella Pratiwi
NPM : 1313023072
Fakultas : Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Jurusan : Pendidikan MIPA
Program Studi : Pendidikan Kimia
Kelompok : 2 (dua)
Bandar Lampung, 20 Mei 2015
Mengetahui,
Asisten
NPM.
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam proses metabolisme di dalam tubuh terdapat berbagai macam reaksi
kimia. Rekasi kimia ini meupakan bagian dari sistem yang bekerja spesifik dan menghasilkan
senyawa-senyawa kimia. Dalam aktivitas metabolisme kita mengenal adanya
katalisator. Katalisator dalam reaksi ini disebut enzim. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi-reaksi kimia pada
suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu.Suatu
katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator
untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap reaksi kimia
dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam
sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak
fungsinya. Enzim yang tersusun atas protein dan molekul lainnya
bekerja dengan menurunkan energi aktivasi, sehingga tidak diperlukan suhu dan
energi tinggi untuk melakukan suatu reaksi kimia didalam tubuh.Jika tidak
terdapat katalisator dalam metabolisme, maka suhu tubuh akan meningkat dan
membahayakan bagi tubuh makhluk hidup. Dengan peran
enzim pada hampir tiap reaksi biologis, dapat dikatakan enzim memilki peran
sangat penting. Dalam mendukung perannya sebgai katalisator atau mempercepat
reaksi yang terjadi tentu saja ada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut antara lain kosenntrasi enzim, konsentrasi ion hydrogen
(pH), suhu dan konsentrasi substrat. Kerja enzim
tentunya dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar enzim.Faktor dalam misalnya
substansi – substansi genetik yang dibawa oleh masing – masing enzim. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan
reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap
pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang
lebih rendah.Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya
reaksi.Metabolisme yang merupakan reaksi kimia
memiliki katalisator yang disebut dengan enzim.
Oleh karena untuk lebih memahami mengenai enzim yang bertujuan untuk
mengetahui sifat proteolitik enzim pepsin dan tripsin serta mengetahui aktivitas
dehidrogenase dalam air susu dilakukanlah percobaan ini.
I.2 Tujuan
Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sifat proteolitik
enzim pepsin
2. Mengetahui sifat proteolitik enzim tripsin
3. Mengetahui aktivitas dehidrogenase dalam air
susu
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Enzim
merupakan suatu kelompok protein yang berperan penting di dalam aktivitas
biologic. Enzim berfungsi sebagai katalisator
si dalam sel dan sifatnya sangat khas.
Di dalam jumlah sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga di
dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir
reaksinya.di dalam sel terdapat banyak jenis enzim yang berlainan kekhasannya,
sehingga suatu enzim hanya mampu menjadi katalisator untuk reaksi tertentu
saja. Ada enzim yang dapat mengkatalisa suatu kelompok substrat, ada pula yang
hanya satu kelompok substrat saja, dan ada pula ynag bersifat stereospesifik.
Karena enzim mengkataliser reaksi-reaksi di dalam system biologis, maka enzim
juga disebut sebgai biokatalisator
Bagian
protein dari enzim disebut apo-enzim, sedangkan enzim keseluruhannya disebut
haloenzim.
Bagian
protein ( tak aktif
) + non-protein =
haloenzim ( aktif )
Kespesifikan
enzim dibedakan dalam : kespesifikan optik dan gugus ( M.T Simanjuntak, 2003 ).
Kespesifikan optik tampak pada enzim-enzim yang bekerja terhadap karbohidrat.
Umumnya, enzim-enzim ini hanya bekerja terhadap karbohidrat isomer D bukan L.
Sebaliknya, enzim-enzim yang bekerja terhadap asam amino dan protein hanya
bekerja pada asam amino L dan bukan pada isomer D. Kespesifikan gugus
menunjukkan bahwa enzim hanya dapat bekerjaterhadap gugus yang tertentu. Enzim
alkohol dehidrogenase tidak dapat mengkatalisis reaksi
dehidrogenasi pada senyawa bukan
alcohol ( Hafiz Soewoto,2000).
Klasifikasi
enzim berdasar Commission on Enzim Of The Internasional uinion of Biochemistry
( CEIUB ) atau Internasional Enzim Commision ( IEC ) adalah sebgai berikut :
- Enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi contoh oksigenase
- Enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu contoh enzim transaminase
- Enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis contoh peptidase
- Enzim yang berperan dalam mengkatalisis reaksi addisi atau pemecahan ikatan rangkap contoh liase
- Enzim yang berperan dalam mengkatalisis reaksi isomerisasi contoh alanin rasemase
- Enzim yang berperan dalam mengkataliser reaksipembentukan ikatan dengan bantuan pemecahan ikatan dalam ATP( ligase ) ( M.T. Simanjuntak, 2003).
Seperti molekul protein lainnya
sifat biologis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiko kimia.
Enzim bekerja pada kondisi tertentu yang rerlatif ketat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerj enzim antara lain suhu, pH, oksidasi oleh udara atau senyawa
lain, penyinaran ultraviolet, sinar x, α, β, dan γ. Di samping itu, kecepatan
reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya (
Hafiz Soewoto,2000).
a. Pengaruh
suhu :
Suhu
rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat
bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan
mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah
enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi.
Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Enzim dalam
tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C. Sebagian besar enzim
menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi (
Hafiz Soewoto,2000) .
Suhu
campuran reaksi juga berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatik. Jika reaksi
tersebut dilangsungkan dalam berbagai suhu, kurva hubungan tersebut akan
menunjukkan suhu tertentu, yang menghasilkan laju reaksi yang maksimum. Dengan
demikian, dalam hal ini juga ada kondisi optimum yang disebut sebagai suhu
optimum
Pada
gambar tampak bahwa di luar suhu optimum, laju enzimatik selalu lebih
rendah. Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, makin
rendah pula laju reaksinya. Akan tetapi, keadaan yang menyebabkan rendahnya
suhu di luar suhu optimum berbeda antara suhu yang lebih rendah dengan suhu
yang lebih tinggi. Pada suhu yang lebih rendah (sisi A pada gambar), penyebab
kurangnya laju reaksi enzimatik yaitu kurangnya gerak termodinamik, yang
menyebabkan kurangnya tumbukan antara molekul enzim dengan substrat. Jika
kontak antara kedua jenis molekul itu tidak terjadi, kompleks ES tidak
terbentuk. Padahal kompleks ini sangat penting untuk mengolah S menjadi P. Oleh
karena itu, makin rendah suhu, gerak termodinamik tersebut akan makin kurang.
Pada
daerah suhu yang lebih tinggi (sisi B pada gambar), gerak termodinamik akan
lebih meningkat, sehingga tumbukan antara molekul akan lebih sering. Akan
tetapi laju reaksi tidak terus meningkat, melainkan malah menurun dengan cara
yang lebih kurang sebanding dengan selisih nilai dan suhu optimum. Dalam peningkatan
suhu ini, selain gerak termodinamik meningkat, molekul protein enzim juga
mengalami denaturasi, sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap.
Jika suhu jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi
struktur tiga dimensi tersebut dan makin sukar bagi substrat untuk menempati
secara tepat di bagian aktif molekul enzim. Akibatnya, kompleks
E-S akan sukar terbentuk, sehingga produk
juga makin sedikit.
Pada
sisi A dari kurva terdapat hubungan tertentu antara kenaikan suhu dengan laju
reaksi. Arrhenius secara
empiris telah mengembangkan suatu rumusan umum antara laju suatu reaksi kimia
dengan suhu mutlak system reaksi tersebut.
Enzim
bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim
pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan
menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH
optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2. pada
pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada
keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik
yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat( Hafiz
Soewoto,2000) .
Sebagian
besar enzim bekerja aktif dalam trayek pH yang sempit umumnya 5 - 9. Ini adalah
hasil merupakan hasilpengaruh dari pH atas kombinasi factor ( 1 ) ikatan dari
substrat ke enzim ( 2 ) aktivitas katalik dari enzim ( 3 ) ionisasi substrat
dan ( 4 ) variasi struktur protein ( biasanya signifikan hanya pada pH yang
cukup tinggi ) ( M.T. Simanjuntak, 2003).
Ada
2 alasan untuk menyelidiki pengaruh tingkat keasaman atau pH terhadap aktivitas
emzim, yaitu :
1. sebagai
produk makhluk hidup secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh ph ini
terhadap aktivitas biologis dari enzim ini.
2. sebagai
suatu protein enzim tidak berbeda dengan protein lainnya.
Kadang-kadang,
seperti pada enzim amylase liur, hubungan tersebut tidak menunjukkan suatu titik
puncak, melainkan suatu garis merata (plateau setelah kurva yang naik, untuk
kemudian turun lagi sesudah plateau )
Fenomena
seperti ini dapat ditafsirkan sebab adanya molekul amylase dalam bentuk
beberapa molekul protein yang berbeda (isozim). Tiap molekul isozem niscaya
bekerja pada pH yang sedikit berbeda.
Perlu
diingat bahwa dalam mencari hubungan antara derajat keasaman dengan laju reaksi
maksimum ini, rentangan pH yang diselidiki biasanya berkisar dalam rentangan
yang tidak lebar dan bukan dalam rentangan antara pH 1 sampai 14. Karena tidak
ada sistem dapar masing-masing di sekitar nilai kapasitas yang maksimum dari
tiap dapar (rentangan pH di sekitar nilai pKa komponen asam tiap dapar), bukan
tidak mengkin ada interaksi yang merugikan antara enzim dan ion penyusun dapar
dan bukan karena pH yang disebabkan dapar itu sendiri.
Dalam
gambar dapat dilihat adanya nilai pH tertentu, yang memungkinkan enzim bekerja
maksimum. pH tersebut dinamakan pH
maksimum. Dalam
lingkungan keasaman seperti itu, protein enzim mengambil struktur 3 dimensi
yang sangat tepat, sehingga ia dapat mengikat dan mengolah substrat dengan
kecepatan yang setinggi-tingginya. Di luar nilai pH optimum tersebut, struktur
3 dimensi enzim mulai berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi duduk dengan
tepat di bagian molekul enzim yang mengolah substrat. Akibatnaya, proses
katalisis berjalan tidak optimum. Oleh karena itu, struktur 3 dimensi berubah
akibat pH yang tidak optimum ( Mohamad Sadikin, 2002).
c. Pengaruh
konsentrasi enzim :
Peningkatan
konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat dikatakan
bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim
[E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat( Hafiz Soewoto,2000) .
Bagaimana
akibat dari perubahan konsentrasi enzim terhadap reaksi enzimztik itu sendiri?
Jawaban dari pertanyaan ini harus dicari dari pengamatan yang dilakukan atas
satu seri campuran yang terdiri atas substrat dalam konsentrasi yang tetap dan
enzim dalam konsentrasi yang berbeda-beda, dengan volume akhir larutan yang
sama. Pengamatan dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu :
1.
terhadap hubungan antara selang waktu pengamatan dan konsentrasi produk yang
terbentuk pada tiap konsentrasi enzim.
2.
terhadap hubungan antara konsentrasi enzim dan kecepatan reaksi enzimatik yang
dikatalisis oleh enzim tersebut.
Hubungan
antara laju reaksi dengan konsentrasi
enzim ternyata berbanding lurus. Jadi,
makin besar konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi.
Kadang-kadang
terjadi penyimpangan dari persamaan ini, sehingga diperoleh garis agak
melengkung. Biasanya, penyimpangan ini terjadi jika enzim yang dipelajari tidak
dalam keadaan murni, sehingga mungkin terdapat senyawa-senyawa penghambat
reaksi dalam jumlah yang sangat kecil. Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat
dalam sediaan enzim dengan kemurniaan yang tinggi. Dalam keadaan ini,
penyimpangan disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator), misalnya tidak
adanya ion tertentu, meskipun ph yang diperlukan sudah dipastikan dengan
menggunakan larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan ph yang
diperlukan tersebut ( Mohamad Sadikin, 2002 ).
d. Pengaruh
konsentrasi substrat :
Pada
suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan kondisi
lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas
kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan
substrat.
Dalam
suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk kompleks
enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan terurai menjadi [E] dan produk
[P]. Makin banyak kompleks [ES] terbentuk, makin cepat reaksi berlangsung
sampai batas kejenuhan [ES]. Pada konsentrasi substrat [S] melampaui batas
kejenuhan kecepatan reaksi akan konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah
berada dalam bentuk kompleks E-S. Penambahan jumlah substrat tidak menambah
jumlah kompleks E-S.
Fungsi
enzim dalam kepentingan medis. Enzim terdistribusi di tempat-tempat
tertentu di dalam sel, kurang lebih sesuai dengan golongan dan fungsinya.
Sebagai contoh, enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dan reparasi DNA
terletak di dalam inti sel. Enzim yang mengkatalisasi berbagai reaksi yang
menghasilkan energi secara aerob terletak di dalam mitokondria. Enzim yang
berhubungan dengan berbagai biosintesis protein berada bersama ribosom. Dengan
demikian reaksi kimia dalam sel berjalan sangat terarah dan efisien.
Ada
penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya
pada defisiensi enzim glukosa
6-fosfat dehidrogenase (G6PDH/ G6PD).
Sel darah merah penderita defisiensi G6PDH ini sangta rentan terhadap
pembebanan oksidatif, misalnya pada pemakaian obat analgetik tertentu dan obat
anti malaria. Pada pemakaian obat-obat tersebut dapat terjadi hemolisis
intravaskuler.
Analisis
enzim dalam serum pada dasarnya dapat dipakai untuk diagnosis berbagai
penyakit. Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diagnosis ialah bahwa (1)
pada hakikatnya, sebagian besar enzim terdapat dan bekerja dalam sel dan (2)
bahwa enzim tertentu dibuat dalam jumlah besar oleh jaringan tertentu. Karena
itu enzim intrasel seharusnya tidak ditemukan dalam serum dan bila
ditemukan, berarti sel yang membuatnya mengalami disintegrasi. Bila enzim
yang diukur dalam serum terutama dibuat oleh jaringan atau organ tertentu, maka
peningkatan aktivitas dalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan
atau organ tersebut ( Hafiz Soewoto,2000).
III.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, penangas
air, thermometer, pengukur waktu, rak tabung reaksi, dan pipet tetes.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan
pepsin, HCl 0,4%, fibrin atau albumin kering, tripsin, larutan buffer fosfat pH
7,6 (8 ml Na2HPO4 dan 13,2 ml KH2PO4),
air susu tegar, metilen biru, gliseraldehid (formaldehid), dan paraffin cair.
3.2 Diagram Alir
Adapun diagram alir dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
A. Sifat proteolitik enzim pepsin
|
|
|
Pada tabung nomor 3, kemudian menambahkan
|
B.
|
|
Pada tabung nomor 1, lalu menambahkan
|
|
C. Aktifitas enzim dehidrogenase didalam air susu
|
|
|
|
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Adapun hasil
pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
Sifat proteolitik enzim pepsin
|
|||
No
Tabung
|
Bahan yang terkandung
( campuran terdiri atas )
|
Perubahan yang terjadi
|
|
Awal
|
Akhir
|
||
1
|
2 ml pepsin + 2 ml HCL 0,4%
|
Bening
|
Keruh
|
2
|
2 ml pepsin + 3 ml aquades
|
Bening
|
Keruh
|
3
|
2 ml aquades + 2 ml HCL 0,4%
|
Bening
|
Jernih
|
4
|
2 ml pepsin + 2 ml HCL 0,4%
|
Bening
|
Jernih
|
Sifat proteolitik enzim tripsin
|
|||
No
Tabung
|
Bahan yang terkandung
( campuran terdiri atas )
|
Perubahan yang terjadi
|
|
1
|
2 ml tripsin + 2 ml buffer pH 7,6
|
Ungu Muda
|
|
2
|
2 ml tripsin + 2 ml akuades
|
Ungu Muda
|
|
3
|
2 ml tripsin yang dididihkan + 2 ml
buffer pH 7,6
|
Ungu Tua
|
|
Aktifitas enzim dehidrogenase dalam air susu
|
|||
No
Tabung
|
Bahan yang terkandung
( campuran terdiri atas )
|
Warna Asal
|
Hasil
|
1
|
5 ml susu + 1 ml metilen biru
|
Biru Muda
|
Biru Muda
Pekat
|
2
|
5 ml susu + 1 ml metilen biru + 1 ml formaldehid
|
Biru Muda
|
Biru Muda
Pudar
|
3
|
5 ml susu + 1 ml metilen biru + 1 ml formaldehid
|
Biru Muda
|
Biru Muda
Pudar
|
|
|
|
|
4.2
Pembahasan
Enzim
atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena
semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau
aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga
pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri
dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke
dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis,
perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah
ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu
α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan
pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam
amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah
molekul amilum.
Adapun ciri–ciri enzim adalah sebagai berikut.
1.
Biokatalisator: enzim
hanya dihasilkan oleh sel-sel mahkluk hidup yang digunakan untuk mempercepat proses
reaksi.
2.
Protein: sifat-sifat
enzim sama dengan protein yaitu dapat rusak pada suhu yang tinggi dan
dipengaruhi pH.
3.
Bekerja Secara Khusus
: enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, tidak dapat
mempengaruhi raeksi lainnya. Zat yang terpengaruhi oleh enzim tersebut
substrat.Substrat adalah zat yang bereaksi. Oleh karena macam zat yang bereaksi
di dalam sel sangat banyak, maka macam enzim pun banyak.
4.
Dapat Digunakan
Berulang Kali: dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada
saat terjadi reaksi. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali selama enzim
itu tidak rusak.
5.
Rusak Oleh Panas:
enzim rusak oleh panas karena merupakan suatu protein Rusaknya enzim oleh panas
disebut denaturasi jika telah rusak enzim tidak dapat bekerja lagi.
6.
Tidak Ikut Bereaksi:
enzim hanya diperlukan untuk mempercepat reaksi namun tidak ikut bereaksi.
7.
Bekerja
Dapat Balik: suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi
senyawa-senyawa lain dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa
itu menjadi senyawa semula.
Adapun cara kerja enzim ada dua yaituTeori Gembok-Anak Kunci
dan Teori Induced Fit. Pada teori gembok- anak kunci, Sisi aktif
enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat
saja.Bentuk substrat sesuai dengan sisi aktif, seperti gembok cocok dengan anak
kuncinya.Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim
akan berikatan dan membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi
ini tidak stabil sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya.Jika
enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah
sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang
sama.
Sedangkan pada teori induced fit, Reaksi antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi
molekul substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim
bersifat fleksibel dalam menyesuaikan struktur sesuai dengan struktur substrat.
Ketika
substrat akan terinduksi dan kemudian mengubah bentuknya sedikit sehingga
mengakibatkan perubahan sisi aktif yang semula tidak cocok menjadi cocok (fit).
Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh enzim,
yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk.Produk kemudian dilepaskan dan
enzim kembali pada keadaan semula, siap untuk mengikat substrat baru.
Tabung no 1, 2, dan 4 yaitu dengan bahan
campuran secara berturut-turut 2 ml pepsin dan 2 ml HCL 0,4%, 2 ml pepsin dan 3
ml, dan 2 ml pepsin yang didihkan + 2 ml HCL 0,4% aquadest kemudian dikocok
secara merata dan terlihat warna bening, kemudian setelah dipanaskan selama 30
menit pada suhu 380 C terjadi perubahan warna yaitu menjadi keruh. Kekeruhan
ini bertanda bahwa albumin tidak diuraikan oleh protein.Sedangkan pada tabung
nomor 3 terlihat sangat jernih dibandingkan dengan yang lainnnya, kerana
albumin telah diuraikan oleh protein. Dan pepsin menguraikan albumin dalam
keadaan acid. Hal ini juga dipengaruhi oleh kerja pada suhu yang optimal yaitu
380 C. Enzim Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai
mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil.
Enzim ini termasuk protease; pepsin
disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang akan diaktifkan oeh asam
lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian mukosa dalam perut yang berfungsi
untuk mendegradasi protein. Enzim ini memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif
pada pH diatas 6. Pepsin merupakan enzim
proteolitik dan memiliki pH optimum 1,4. Pada Ph 5 menjadi tidak aktif dan
medium bersifat alkalis, enzim menjadi rusak. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk
mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. Pepsin disintesa
dalam bentuk inaktif oleh lambung; asam hidroklori; juga diproduksi oleh
gastric mucosa dan akan diaktifkan pada pH optimum yaitu 1-3.
Pada tabung nomor 3, menghasilkan warna yang
berbeda yaitu ungu tua, dalam percobaannya enzim ini didihkan dulu pada suhu 380C
sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu yang optimal bagi enzim tripsin sangat
mempengaruhi dalam kerja enzim tersebut. Sedangkan pada tabung no.1 dan 2 ini berbeda hasilnya yaitu ungu
muda. Hal ini karena suhunya belum optimal, sehingga hasil dari kerja enzim
tersebut belum maksimal. Tripsin merupakan endopeptidase yang dieksresikan oleh pankreas dalam
bentuk tidak aktif berupa tripsonogen dan diaktifkan oleh enzim enterokinase.
pH optimumnya antara 7,6-8,5.
Dalam percobaan ini enzim bekerja mengoksidasi substrat dengan
melepaskan hydrogen dari substrat. Yaitu Hidrogen bereaksi dengan dengan
methylin blue. Dan telah terbukti bahwa dalam susu terdapat banyak enzim
dehidrogenase. Karena terlihat pada tabung nomor 1 menghasilkan perubahan warna
biru muda yang sangat pekat dibandingkan dengan yang lainya. Enzim dehiodrogenase banyak terdapat pada
berbagai sel tetapi bekerja pada subsrat yang berbeda. Enzim ini mengoksidasi
subsrat dengan melepaskan hidrogen dari subsrat. Hidrogen bisa bereaksi dengan
oksigen atau molekul lain seperti metilen blue pada percobaan ini.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1.
Enzim
Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein
dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil.
2.
Pepsin merupakan enzim
proteolitik dan memiliki pH optimum 1,4. Pada Ph 5 menjadi tidak aktif dan
medium bersifat alkalis, enzim menjadi rusak. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk
mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin.
3.
Pada enzim pepsin albumin tidak diuraikan oleh protein, pepsin menguraikan albumin
dalam keadaan acid.
4.
Suhu
yang optimal bagi enzim tripsin sangat mempengaruhi dalam kerja enzim. Tripsin merupakan endopeptidase yang
dieksresikan oleh pankreas dalam bentuk tidak aktif berupa tripsonogen dan
diaktifkan oleh enzim enterokinase. pH optimumnya antara 7,6-8,5.
5.
Enzim
dehidrogenase bekerja mengoksidasi substrat dengan melepaskan hydrogen dari
substrat. Susu kaya akan
enzim dehidrogenase.
DAFTAR
PUSTAKA
Sadikin, Mohamad.
2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.
Soewoto, Hafiz,
dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya Medika.
Staf
Pengajar Kimia Organik. 2005. Penuntun Praktikum Kimia Organik untuk Mahasiswa
Program D3 Analisis Kimia. Departemen Kimia FMIPA-IPB.
0 komentar:
Posting Komentar